Wikipedia

Hasil penelusuran

Selasa, 04 Juni 2013

PEMELIHARAAN AL-QUR'AN PADA MASA ROSULLULLAH SAW, SAHABAT, DAN TABI'IN




A. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
          Firman Allah SWT dan warisan Rosulullah SAW yang tak akan pernah terhapus oleh masa adalah Al-qur’an dan Al-hadits, dengan mengetahui sejarah perkembangan Al-qur’an menjadi sesuatu yang luar biasa dalam ajaran umat islam, sehingga kita umat islam bisa mengetahui bagaimana perjuangan para syuhada’ yang telah merawat dan menjaga Al-qur’an pada masa Nabi, Sahabat, dan tabi’in.
          Al-qur’an adalah firman Allah SWT yang dituruankan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril yang diturunkan secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari di kota Mekkah dan Madinah. Pada waktu turunnya Al-qur’an Bangsa Arab sedikit diantara mereka bisa menulis dan membaca, pada masa itu juga mereka belum mengenal “Alqirthas” yang berarti “kertas” yang dimana pada masa ini kita pakai untuk menampung tulisan yang kita tulis, melainkan mereka menggunakan batu, kelopak kurma dan kulit binatang untuk menulis Al-qur’an.
          Walaupun Bangsa Arab pada waktu itu masih buta huruf, tapi mereka mempunyai ingatan yang sangat kuat. Pengangan mereka dalam memelihara dan meriwayatkan syair-syair dari pada pujangga, peristawa-peristiwa yang terjadi dan lain sebagainya adalah dengan hafalan semata.

B. Perumusan Masalah
a)     Pemeliharaan Al-qur’an pada masa nabi Muhammad SAW
b)    Pemeliharaan Al-qur’an pada masa sahabat
c)     Pemeliharaan Al-qur’an pada masa tabi’in
C.Tujuan
Tujuan kami membuat makalah ini semoga dengan makalah ini kita bisa lebih mengenal perjuangan Rusullah  SAW, sahabat, Dan tabi’in demi menjaga Al-qur’an yang Allah SWT telah turunkan.












B.PEMBAHASAN
1.Pemeliharaan Al-qur’an pada masa nabi Muhammad SAW
Pada masa Rosulullah masih hidup Al-qur’an di pelihara sedemikian rupa, di masa rosul masih hidupnya dalam menyampaikan wahyu kepada para sahabat dan memerintahkan agar sahabat menghafalnya dengan baik, sehinnga cara yang paling terkenal untuk memelihara Al-qur’an adalah dengan menghafal dan menulisnya.
Selain cara menghafal ini, Rosul memerintahkan agar para sahabat yang pandai menulis segera menuliskan ayat-ayat Al-qur’an yang telah di hafal oleh mereka. Di antara sahabat yang menuliskan ayat-ayat Al-qur’an adalah :
a. 4 sahabat rosulullah terkemuka, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali
b. Muawiyah bin Abu Sufyan
c. Zaid bin Tsabit
d. Ubay bin Ka’ab
e. Khalid bin Walid
          Penulisan tersebut diurut sesuai dengan perintah nabi, setelah itu baru di simpan. Selain menulis ada juga para sahabat yang terkemuka menghafal Al-qur’an menurut hadist oleh Bukhari adalah :
          a. Abdullah ibnu Mas’ud
b.Salim bin Mu’aqli, dia adalah Maula Abu Huzaifah
c. Mu’az bin Jabal
d. Ubay bin Ka’ab
e. Zaid bin Tsabit
f. Abu Zaid bin Sukun
g. Abu Darda’
          Menurut sumber hadis Bukhri[1]. Bahwa tujuan orang tersebutlah yang bertanggung jawab mengumpukan Al-qur’an menurut apa yang mereka hafal itu, dan yang di hafalnya itu di kembalikan kepada Rosullah, melalui sanad-sanad mereka ini lah Al-qur’an sampai kita seperti yang ada sekarang.
Terdapat 3 unsur yang dapat memelihara Al-qur’an yang telah di turunkan, yaitu :
1. Hafalan mereka yang hafal Al-qur’an.
2. Naskah-naskah yang di tulis oleh nabi
3. Naskah-naskah yang di tulis oleh mereka yang pandai                              menulis dan membaca untuk mereka masing-masing.
          Ketika nabi wafat, Al-qur’an tersebut telah sempurna di turunkan dan telah di hafalkan oleh ribuan manusia, dan telah di tuliskan semua ayat-ayatnya. Semua ayatnya telah disusun dengan tertib menurut urutan yang ditujukan sendiri oleh Nabi.
          Mereka telah mendengar Al-qur’an itu dari mulut Nabi sendiri berkali-kali dalam shalat, dan Khutbah. Pendek kata Al-qur’an tersebut telah terjaga dengan baik.
          Suatu hal yang menarik perhatiaan, ialah Nabi baru wafat dikalah Al-qur’an itu telah cukup diturunkan, dan Al-qur’an itu sempurna di turunkan di waktu Nabi telah mendekati masanya untuk kembali ke hadirat Allah S.W.T. Hal ini bukan suatu kebetulan saja, tapi telah di atur oleh yang Maha Esa.
2.Pemeliharan Al-qur’an pada zaman sahabat
a.Pemeliharaan Al-qur’an pada zaman Abu Bakar
          Setelah Rosullah SAW wafat, pemerintahan islam di pegang oleh Abu Bakar. Ketika Abu Bakar menjabat menggantikan Rosullah SAW, dia menghadapi beberapa pristiwa-pristiwa besar berkenaan dengan kemurtadan sebagai orang arab. Karena itu beliau menyiapkan pasukan dan mengirimkan untuk memerangai orang-orang murtad itu.
Salah satu peperangan yang terjadi adalah peperangan Yahmamah yang terjadi pada tahun 12 H yang melibatkan para penghafal Al-qur’an, dalam peperangan ini terdapat 70 qurra’ atau hafis Al-qur’an yang gugur. Umar bin Khatab merasa resah dengan banyaknya para sahabat penghafal Al-qur’an wafat terbunuh dalam peperangan, lalu Ubar menghadap ke Abu Bakar dan menyampaikan berita tentang banyaknya qurra’ yang wafat,[2] setelah itu Umar mengumpulkan agar Al-qur’an di mushaf kan agar Al-qur’an tidak di musnakan, karna itu Umar khwatir banyaknya nanti para penghafal Al-qur’an terbunuh kembali dalam peperangan selanjutnya.
          Pada awalnya Abu Bakar menolak pendapat Umar tersebut, lantaran hal tersebut tidak pernah di lakukan Rosullah SAW. Tetapi Umar menjawab dan bersumpah “ Demi Allah, perbuatan itu baik” Umar pun terus memujuk Abu Bakar dan terus memberikan alas an-alasan yang baik, terhadap apa yang sedang terjadi pada umat islam ada waktu itu, dengan izin Allah SWT hati Abu Bakar pun terbuka atas usul yang telah Umar  sampaikan kepadanya. Setelah itu Abu Bakar menujuk salah satu sahabat yang membutuhkan Al-qur’an ( mushaf ) yaitu Zaid bin Tsabit. Zaid pun pada awalnya menolak, atas izin Allah SWT hati Zaid pun terbuka dengan penjelasan dari Abu Bakar, Zaid berkata “Demi Allah ! ini adalah pekerjaan yang berat bagiku. Seandainya aku di perintahkan untuk memindahkan sebuah bukit maka hal itu tidak lah berat bagiku dari pada mengumpulkan Al-qur’an yang engkau perintahkan itu”. Zaid dalam usaha menngumpulkan ayat-ayat Al-qur’an itu Zaid bin Tsabit bekerja amat telliti. Sekalipun beliau hafal Al-qur’an seluruhnya, tetapi untuk kepentingan mengumpulkan Al-qur’an yang sangat penting bagi umat islam itu, masih memandang perlu mencocokan hafal atau catatan sahabat-sahabat yang lain dengan disaksikan oleh dua orang saksi.
          Dengan demikian Al-qur’an seluruhnya telah ditulis oleh Zaid bin Tsabit dalam lembaran-lembaran yang diikatkan dengan benar. Tersusun menurut ayat-ayatnya sebagai mana telah ditetapkan oleh Rosullah, kemudian diserahkan kepada Abu Bakar. Mushaf ini tetap di Abu Bakar sampai beliau wafat, kemudian di pindahkan ke rumah Umar bin Khatab dan tetap di sana slama pemerintahanya. Setelah beliau wafat, mushaf itu di pindahkan ke rumah Hafsah, putri Umar , istri Rosullah sampai masa pengumpulan dan penyusunan Al-qur’an di masa Khalifa Utsman.
b.Pemeliharaan Al-qur’an pada zaman Umar bin Khatab
          Setelah khalifa Abu Bakar wafat, maka di gantikanah oleh kholifatul mukminin yaitu Umar bin Khatab. Demikian juga halnya mushaf, yang dahulunya di simpan oleh Abu Bakar maka setelah Umar menjadi khalifah mushaf tersebut berpindah tangan ke Umar bin Khatab
          Pada masa khalifah Umar ini tidak membicarakan Al-qur’an melainkan lebih memfokuskan pada pengembangan ajaran islm dan wilayah kekuasaan Islam, serta mengendepankan ajaran Islam. Al-qur’an juga tidak di pahami secara tekstual saja, tapi lebih jauh lagi di pahami secara kontekstual.
c.Pemeliharaan   Al-qur’an pada zaman Utsman bin Affan
          Di masa Ustman bin Affan, pemerintahan mereka telah sampai ke Armenia dan Azarbaiyan di sebelah Timur dan Tripoli di sebelah Barat. Dengan demikian kelihatan lah bahwa kaum muslimin di waktu itu telah terpencar-pencar di Mesin, Syariah, Irak, Persia dan Afrika. Kemanapum mereka pergi dan mereka tinggal, Al-qur’an itu tetap menjadi imam mereka, di antara mereka banyak menghafal Al-qur’an itu. Pada mereka terdapat naskah-naskah Al-qur’an, tetapi naskah-naskah yang mereka punya itu tidak sama susunan surat-suratnya. Asal mulanya perbedaan tersebut  adalah karena Rosullah sendiripun memberikan kelonggaran kepada kabila-kabilah arab yang berada di masanya untuk membaca dan melafalkan Al-qur’an itu menurut dialok mereka masinng-masing. Kelonggaran ini di berikan oleh Nabi supaya mereka ,menghafal Al-qur’an. Tetapi kemudian terlihat tanda-tanda 
Bahwa perbedaan bacaan tersebut bila di biarkan akan mendatanngkan perselisihan dan perpecahan yang tidak di inginkan dalam kalangan kaum Muslimin.
          Orang pertama yang memperhatikan hal ini adalah seorang sahabat yang bernama Huzaifah     bin Yaman. Ketika beliau ikut dalam pertempuran menaklukan Armenia di Azerbaiyan, dalam perjalanan dia pernah mendengar pertikaian kaum Muslimin tentang bacaan beberapa ayat Al-qur’an, dan pernah mendengar perkataan seorang muslim kepada temannya : “bacaan saya lebih baik dari pada bacaanmu”.
          Keadaan ini mengagetkanya, pada waktu dia telah kembali ke Madinah, segera ditemuinya Ustman bin Affan dan kepada beliau ceritakanya apa yang di lihatnya mengenai pertingkaian kaum muslimin tentang bacaan Al-qur’an itu seraya berkata : “Susunlah umat Islam itu sebelum mereka berselisih tentang Al-kitab, sebagai perselisihan Yahudi dan Nasara ( Nasrani )”.
          Maka khalifa Utsman bin Affan meminta Hafsah binti Umar lembaran-lembaran Al-qur’an yang di tulis di masa khalifah Abu Bakar yang di simpan olehnya untuk di salin. Oleh Utsman di bentuklah satu panitia yang terdiri dari Zaid bin Tsabit sebagai ketua, Abdullah bin Zubair, sa’id bin ‘Ash dan Abdur Rahman bin Haris bin Hisyam.
Tugas panitia ini adalah membukukan Al-qur’an dengan menyalin dari lembaran-lembaran tersebut menjadi buku. Dalam pelaksanaan tugas ini, Ustman menasehatkan agar:
a.     Mengambil pedoman kepada bacaan merekayang hafal Al-qur’an.
b.     Bila ada pertikaian antara mereka tentang bahasa (bacaan),
maka haruslah dituliskan sebagai dialog meraka.
Maka tugas tersebut dikerjakan oleh para panitia, dan setelah tugas selesai, maka lembaran-lembaran Al-qur’an yang dipinjam dari hafsah itu dikembalikan padanya.
Al-qur’an yang telah dibukukan itu dinamai dengan “Al-Mushaf”, dan oleh panitia ditulis lima buah Al-mushaf, empat buah diantaranya dikirim ke Mekkah, Damaskus, Basrah dan Kufah, agar di tempat-tempat tersebut disalin pula dimasing-masing Mushaf itu, dan satu buah ditinggalkan di Madinah, untuk Utsman sendiri, dan itulah yang dinamai dengan “Mushaf Al-Imam”.
Setelah itu Utsman memerintahkan mengumpulkan semua lembaran-lembaran yang bertuliskan Al-qur’an yang ditulis sebelum itu dan membakarnya. Maka dari Mushaf yang ditulis di zaman Utsman itulah kaum Muslimin di seluruh pelosok menyalin Al-qur’an itu. Denagn demikian, maka pembukuan Al-qur’an dimasa Utsman memiliki faedah diantaranya.
1.     Menyatakan kaum Muslimin pada satu macam Mushaf  yang seragam ejaan tulisannya.
2.     Menyatukan bacaan, walaupun masih ada kelainan bacaan, tapi bacaan itu tidak berlawanan dengan Mushaf-Mushaf Utsman. Sedangkan bacaan yang tidak sesuai dengan ejaan Mushaf-Mushaf Utsman tidak dibolehkan lagi.
3.     Menyatukan tertib susunan surat-surat, menurut tertib urut seperti pada Mushaf-Mushaf sekarang.
          Di samping itu Nabi menganjurkan agar para sahabat-sahabat yang menghafalnya baik satu surat, atupun seluruhnya.
3. pemiliharaan Al-qur’an pada masa Tabi’in.
          Setelah berakhirnya zaman Khalifah yang empat, timbul zaman Bani Umayyah. Kegiatan para sahabat dan tabi’in terkenal dengan usaha-usaha mereka yang tertumpu dan penyebaran ilmu-ilmu Al-qur’an melalui jalan periwayatan dan pengajaran, secara lisan bukan melalui tulisan atau catatan. Kegiatan-kegiatan ini dipandang sebagai persiapan bagi masa pembukaannya. Orang-orang yang paling berjasa dalam periwayatan ini adalah khalifah yang empat, Ibnu Abbas, Ibnu Masud, Zaid Ibnu Tsabit, Abu Musa Al-Asy’an, Abdullah Ibnu Al-Zubair. Sedangkan dari kalangan sahabat Mujahid, ‘Atha, Ikrimah, Qatadah, Al-Hasan Al Bashri, Said Ibn Jubair, Zaid Ibn Aslam di Madinah.
          Dari Aslam, Ilmu ini diterima oleh putranya Abd Al-Rahman, Malik Ibn Anas dari generasi Tabi’in Al-tabi’in. mereka ini semuanya dianggap sebagai peletak batu pertama bagi apa yang disebut ilmu tafsir, ilmu asbab al-nuzul, ilmu nasikh  dan mansukh, ilmu gharib Al-qur’an dan lainya. (kemudian, Ulumul Qur’an memasuki masa pembukuan pada abad ke-2 H) para ulama memberikan prioritas perhatian mereka kepada-ilmu tafsir karena fungsinya sebagai Umm Al-Ulum Al-Qurani’ah (Induk Ilmu-Ilmu Al-Qur’an). Para penulis pertama dalam tafsir adalah Syu’bah Ibn Al-Hajjaj, Sufyan Ibn ‘Uyaynah dan Wali Ibn Al-Jarrah. Kitab-Kitab, tafsir mereka menghimpun  pendapat-pendapat sahabat dan tabi’in.
          Pada abad ke-3 menyusul tokoh tafsir Ibn Jarir Al-Thabari. Al-thabari adalah mufassir pertama membentangkan bagi berbagai pendapat dan mentarjih sebagainya atas lainnya. Ia juga mengemukakan I’rab dan istinbath (penggalian hukum dari Al-qur’an). Di abad ke-3 ini juga lahir ilmu asbab Al-Nuzul, ilmmu masikh dan mansukh , ilmu tentang ayat-ayat makiah dan madaniah. Guru Imam Al-Bukhari, Ali Ibn Al-Madaniyah. Guru Imam Al-bukhari, Ali ibn Al-madini mengarang asbab Al-Nuzul; Abu “Ubaid Al-Qasim Ibn Salam. Mengarang tentang nasikh dan mansukh, qiraat dan keutamaan-keutamaan Al-Quran; Muhammad ibn Ayyub Al-dari tentang ayat-ayat turun d mekkah dan madinah ; Muhammad ibn khalaf Ibn Al-Mirzaban (W. 390II) mengarang kitab Al-Hawi fi-‘ulum Al-quran.



Daftar Pustaka
Zuhdi masjfuk. 1990. Pengantar Ulumul Qur’an. Surabaya: PT Bina Ilmu
Masyur Kahar. 2004. Pokok-pokok Ulmul Qur’an. Jakarta: PT Melon Putra
Mukazir AS. 2004. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. Bogor: Pustaka litera Antarnusa
Al-qaththan Manna’. 2004. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Jakarta;                                  Pustaka Al-kaustar
Anwar Abu. 2009. Ulumul Qur’an. Pekanbaru: AMZAH


[1] Drs. Mudzakir AS, Studi Ilmu-Ilmu Al-qur’an, (Bogor: Pustaka Litera Antarnusa, 2004) hlm 180
[2] Syaih Manna’ Al-qathhan, Pengantar Studi Ilmu Al-qur’an, (Jakarta; Pustaka Al-Kautsar, 2004) hlm 159