A. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Firman
Allah SWT dan warisan Rosulullah SAW yang tak akan pernah terhapus oleh masa
adalah Al-qur’an dan Al-hadits, dengan mengetahui sejarah perkembangan
Al-qur’an menjadi sesuatu yang luar biasa dalam ajaran umat islam, sehingga
kita umat islam bisa mengetahui bagaimana perjuangan para syuhada’ yang telah
merawat dan menjaga Al-qur’an pada masa Nabi, Sahabat, dan tabi’in.
Al-qur’an
adalah firman Allah SWT yang dituruankan kepada Nabi Muhammad SAW melalui
Malaikat Jibril yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat
Jibril yang diturunkan secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari
di kota Mekkah dan Madinah. Pada waktu turunnya Al-qur’an Bangsa Arab sedikit
diantara mereka bisa menulis dan membaca, pada masa itu juga mereka belum
mengenal “Alqirthas” yang berarti
“kertas” yang dimana pada masa ini kita pakai untuk menampung tulisan yang kita
tulis, melainkan mereka menggunakan batu, kelopak kurma dan kulit binatang
untuk menulis Al-qur’an.
Walaupun
Bangsa Arab pada waktu itu masih buta huruf, tapi mereka mempunyai ingatan yang
sangat kuat. Pengangan mereka dalam memelihara dan meriwayatkan syair-syair
dari pada pujangga, peristawa-peristiwa yang terjadi dan lain sebagainya adalah
dengan hafalan semata.
B. Perumusan
Masalah
a)
Pemeliharaan
Al-qur’an pada masa nabi Muhammad SAW
b)
Pemeliharaan
Al-qur’an pada masa sahabat
c)
Pemeliharaan
Al-qur’an pada masa tabi’in
C.Tujuan
Tujuan kami membuat makalah ini semoga
dengan makalah ini kita bisa lebih mengenal perjuangan Rusullah SAW, sahabat, Dan tabi’in demi menjaga
Al-qur’an yang Allah SWT telah turunkan.
B.PEMBAHASAN
1.Pemeliharaan
Al-qur’an pada masa nabi Muhammad SAW
Pada masa Rosulullah masih hidup
Al-qur’an di pelihara sedemikian rupa, di masa rosul masih hidupnya dalam
menyampaikan wahyu kepada para sahabat dan memerintahkan agar sahabat
menghafalnya dengan baik, sehinnga cara yang paling terkenal untuk memelihara
Al-qur’an adalah dengan menghafal dan menulisnya.
Selain cara menghafal ini, Rosul
memerintahkan agar para sahabat yang pandai menulis segera menuliskan ayat-ayat
Al-qur’an yang telah di hafal oleh mereka. Di antara sahabat yang menuliskan
ayat-ayat Al-qur’an adalah :
a. 4 sahabat
rosulullah terkemuka, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali
b. Muawiyah bin Abu Sufyan
c. Zaid bin Tsabit
d. Ubay bin Ka’ab
e. Khalid bin Walid
Penulisan
tersebut diurut sesuai dengan perintah nabi, setelah itu baru di simpan. Selain
menulis ada juga para sahabat yang terkemuka menghafal Al-qur’an menurut hadist
oleh Bukhari adalah :
a. Abdullah ibnu Mas’ud
a. Abdullah ibnu Mas’ud
b.Salim bin Mu’aqli, dia adalah Maula
Abu Huzaifah
c. Mu’az bin Jabal
d. Ubay bin Ka’ab
e. Zaid bin Tsabit
f. Abu Zaid bin Sukun
g. Abu Darda’
Menurut
sumber hadis Bukhri[1].
Bahwa tujuan orang tersebutlah yang bertanggung jawab mengumpukan Al-qur’an
menurut apa yang mereka hafal itu, dan yang di hafalnya itu di kembalikan
kepada Rosullah, melalui sanad-sanad mereka ini lah Al-qur’an sampai kita
seperti yang ada sekarang.
Terdapat 3 unsur yang dapat memelihara Al-qur’an
yang telah di turunkan, yaitu :
1. Hafalan mereka yang hafal Al-qur’an.
2. Naskah-naskah yang di tulis oleh nabi
3. Naskah-naskah yang di tulis oleh
mereka yang pandai menulis dan membaca untuk mereka
masing-masing.
Ketika
nabi wafat, Al-qur’an tersebut telah sempurna di turunkan dan telah di hafalkan
oleh ribuan manusia, dan telah di tuliskan semua ayat-ayatnya. Semua ayatnya
telah disusun dengan tertib menurut urutan yang ditujukan sendiri oleh Nabi.
Mereka
telah mendengar Al-qur’an itu dari mulut Nabi sendiri berkali-kali dalam
shalat, dan Khutbah. Pendek kata Al-qur’an tersebut telah terjaga dengan baik.
Suatu
hal yang menarik perhatiaan, ialah Nabi baru wafat dikalah Al-qur’an itu telah
cukup diturunkan, dan Al-qur’an itu sempurna di turunkan di waktu Nabi telah
mendekati masanya untuk kembali ke hadirat Allah S.W.T. Hal ini bukan suatu
kebetulan saja, tapi telah di atur oleh yang Maha Esa.
2.Pemeliharan Al-qur’an pada
zaman sahabat
a.Pemeliharaan Al-qur’an pada
zaman Abu Bakar
Setelah
Rosullah SAW wafat, pemerintahan islam di pegang oleh Abu Bakar. Ketika Abu
Bakar menjabat menggantikan Rosullah SAW, dia menghadapi beberapa
pristiwa-pristiwa besar berkenaan dengan kemurtadan sebagai orang arab. Karena
itu beliau menyiapkan pasukan dan mengirimkan untuk memerangai orang-orang
murtad itu.
Salah satu peperangan yang terjadi
adalah peperangan Yahmamah yang terjadi pada tahun 12 H yang melibatkan para
penghafal Al-qur’an, dalam peperangan ini terdapat 70 qurra’ atau hafis
Al-qur’an yang gugur. Umar bin Khatab merasa resah dengan banyaknya para
sahabat penghafal Al-qur’an wafat terbunuh dalam peperangan, lalu Ubar
menghadap ke Abu Bakar dan menyampaikan berita tentang banyaknya qurra’ yang wafat,[2] setelah itu Umar
mengumpulkan agar Al-qur’an di mushaf kan
agar Al-qur’an tidak di musnakan, karna itu Umar khwatir banyaknya nanti
para penghafal Al-qur’an terbunuh kembali dalam peperangan selanjutnya.
Pada
awalnya Abu Bakar menolak pendapat Umar tersebut, lantaran hal tersebut tidak
pernah di lakukan Rosullah SAW. Tetapi Umar menjawab dan bersumpah “ Demi
Allah, perbuatan itu baik” Umar pun terus memujuk Abu Bakar dan terus
memberikan alas an-alasan yang baik, terhadap apa yang sedang terjadi pada umat
islam ada waktu itu, dengan izin Allah SWT hati Abu Bakar pun terbuka atas usul
yang telah Umar sampaikan kepadanya.
Setelah itu Abu Bakar menujuk salah satu sahabat yang membutuhkan Al-qur’an ( mushaf ) yaitu Zaid bin Tsabit. Zaid
pun pada awalnya menolak, atas izin Allah SWT hati Zaid pun terbuka dengan
penjelasan dari Abu Bakar, Zaid berkata “Demi Allah ! ini adalah pekerjaan yang
berat bagiku. Seandainya aku di perintahkan untuk memindahkan sebuah bukit maka
hal itu tidak lah berat bagiku dari pada mengumpulkan Al-qur’an yang engkau
perintahkan itu”. Zaid dalam usaha menngumpulkan ayat-ayat Al-qur’an itu Zaid
bin Tsabit bekerja amat telliti. Sekalipun beliau hafal Al-qur’an seluruhnya,
tetapi untuk kepentingan mengumpulkan Al-qur’an yang sangat penting bagi umat
islam itu, masih memandang perlu mencocokan hafal atau catatan sahabat-sahabat
yang lain dengan disaksikan oleh dua orang saksi.
Dengan
demikian Al-qur’an seluruhnya telah ditulis oleh Zaid bin Tsabit dalam
lembaran-lembaran yang diikatkan dengan benar. Tersusun menurut ayat-ayatnya sebagai
mana telah ditetapkan oleh Rosullah, kemudian diserahkan kepada Abu Bakar.
Mushaf ini tetap di Abu Bakar sampai beliau wafat, kemudian di pindahkan ke
rumah Umar bin Khatab dan tetap di sana slama pemerintahanya. Setelah beliau
wafat, mushaf itu di pindahkan ke rumah Hafsah, putri Umar , istri Rosullah
sampai masa pengumpulan dan penyusunan Al-qur’an di masa Khalifa Utsman.
b.Pemeliharaan
Al-qur’an pada zaman Umar bin Khatab
Setelah
khalifa Abu Bakar wafat, maka di gantikanah oleh kholifatul mukminin yaitu Umar
bin Khatab. Demikian juga halnya mushaf, yang dahulunya di simpan oleh Abu
Bakar maka setelah Umar menjadi khalifah mushaf tersebut berpindah tangan ke
Umar bin Khatab
Pada
masa khalifah Umar ini tidak membicarakan Al-qur’an melainkan lebih memfokuskan
pada pengembangan ajaran islm dan wilayah kekuasaan Islam, serta mengendepankan
ajaran Islam. Al-qur’an juga tidak di pahami secara tekstual saja, tapi lebih
jauh lagi di pahami secara kontekstual.
c.Pemeliharaan Al-qur’an pada zaman Utsman bin Affan
Di
masa Ustman bin Affan, pemerintahan mereka telah sampai ke Armenia dan Azarbaiyan
di sebelah Timur dan Tripoli di sebelah Barat. Dengan demikian kelihatan lah
bahwa kaum muslimin di waktu itu telah terpencar-pencar di Mesin, Syariah,
Irak, Persia dan Afrika. Kemanapum mereka pergi dan mereka tinggal, Al-qur’an
itu tetap menjadi imam mereka, di antara mereka banyak menghafal Al-qur’an itu.
Pada mereka terdapat naskah-naskah Al-qur’an, tetapi naskah-naskah yang mereka
punya itu tidak sama susunan surat-suratnya. Asal mulanya perbedaan
tersebut adalah karena Rosullah
sendiripun memberikan kelonggaran kepada kabila-kabilah arab yang berada di
masanya untuk membaca dan melafalkan Al-qur’an itu menurut dialok mereka
masinng-masing. Kelonggaran ini di berikan oleh Nabi supaya mereka ,menghafal
Al-qur’an. Tetapi kemudian terlihat tanda-tanda
Bahwa perbedaan bacaan tersebut bila di biarkan akan
mendatanngkan perselisihan dan perpecahan yang tidak di inginkan dalam kalangan
kaum Muslimin.
Orang
pertama yang memperhatikan hal ini adalah seorang sahabat yang bernama Huzaifah bin Yaman. Ketika beliau ikut dalam
pertempuran menaklukan Armenia di Azerbaiyan, dalam perjalanan dia pernah
mendengar pertikaian kaum Muslimin tentang bacaan beberapa ayat Al-qur’an, dan
pernah mendengar perkataan seorang muslim kepada temannya : “bacaan saya lebih
baik dari pada bacaanmu”.
Keadaan
ini mengagetkanya, pada waktu dia telah kembali ke Madinah, segera ditemuinya
Ustman bin Affan dan kepada beliau ceritakanya apa yang di lihatnya mengenai
pertingkaian kaum muslimin tentang bacaan Al-qur’an itu seraya berkata : “Susunlah
umat Islam itu sebelum mereka berselisih tentang Al-kitab, sebagai perselisihan
Yahudi dan Nasara ( Nasrani )”.
Maka
khalifa Utsman bin Affan meminta Hafsah binti Umar lembaran-lembaran Al-qur’an
yang di tulis di masa khalifah Abu Bakar yang di simpan olehnya untuk di salin.
Oleh Utsman di bentuklah satu panitia yang terdiri dari Zaid bin Tsabit sebagai
ketua, Abdullah bin Zubair, sa’id bin ‘Ash dan Abdur Rahman bin Haris bin
Hisyam.
Tugas panitia ini adalah membukukan
Al-qur’an dengan menyalin dari lembaran-lembaran tersebut menjadi buku. Dalam
pelaksanaan tugas ini, Ustman menasehatkan agar:
a.
Mengambil
pedoman kepada bacaan merekayang hafal Al-qur’an.
b.
Bila
ada pertikaian antara mereka tentang bahasa (bacaan),
maka haruslah dituliskan sebagai dialog meraka.
maka haruslah dituliskan sebagai dialog meraka.
Maka tugas tersebut dikerjakan oleh para
panitia, dan setelah tugas selesai, maka lembaran-lembaran Al-qur’an yang
dipinjam dari hafsah itu dikembalikan padanya.
Al-qur’an yang telah dibukukan itu
dinamai dengan “Al-Mushaf”, dan oleh
panitia ditulis lima buah Al-mushaf, empat buah diantaranya dikirim ke Mekkah,
Damaskus, Basrah dan Kufah, agar di tempat-tempat tersebut disalin pula
dimasing-masing Mushaf itu, dan satu buah ditinggalkan di Madinah, untuk Utsman
sendiri, dan itulah yang dinamai dengan “Mushaf
Al-Imam”.
Setelah itu Utsman memerintahkan
mengumpulkan semua lembaran-lembaran yang bertuliskan Al-qur’an yang ditulis
sebelum itu dan membakarnya. Maka dari Mushaf yang ditulis di zaman Utsman
itulah kaum Muslimin di seluruh pelosok menyalin Al-qur’an itu. Denagn
demikian, maka pembukuan Al-qur’an dimasa Utsman memiliki faedah diantaranya.
1.
Menyatakan
kaum Muslimin pada satu macam Mushaf
yang seragam ejaan tulisannya.
2.
Menyatukan
bacaan, walaupun masih ada kelainan bacaan, tapi bacaan itu tidak berlawanan
dengan Mushaf-Mushaf Utsman. Sedangkan bacaan yang tidak sesuai dengan ejaan
Mushaf-Mushaf Utsman tidak dibolehkan lagi.
3.
Menyatukan
tertib susunan surat-surat, menurut tertib urut seperti pada Mushaf-Mushaf
sekarang.
Di
samping itu Nabi menganjurkan agar para sahabat-sahabat yang menghafalnya baik
satu surat, atupun seluruhnya.
3. pemiliharaan
Al-qur’an pada masa Tabi’in.
Setelah
berakhirnya zaman Khalifah yang empat, timbul zaman Bani Umayyah. Kegiatan para
sahabat dan tabi’in terkenal dengan usaha-usaha mereka yang tertumpu dan
penyebaran ilmu-ilmu Al-qur’an melalui jalan periwayatan dan pengajaran, secara
lisan bukan melalui tulisan atau catatan. Kegiatan-kegiatan ini dipandang
sebagai persiapan bagi masa pembukaannya. Orang-orang yang paling berjasa dalam periwayatan ini adalah khalifah yang
empat, Ibnu Abbas, Ibnu Masud, Zaid Ibnu Tsabit, Abu Musa Al-Asy’an, Abdullah
Ibnu Al-Zubair. Sedangkan dari kalangan sahabat Mujahid, ‘Atha, Ikrimah,
Qatadah, Al-Hasan Al Bashri, Said Ibn Jubair, Zaid Ibn Aslam di Madinah.
Dari
Aslam, Ilmu ini diterima oleh putranya Abd Al-Rahman, Malik Ibn Anas dari
generasi Tabi’in Al-tabi’in. mereka ini semuanya dianggap sebagai peletak batu
pertama bagi apa yang disebut ilmu tafsir, ilmu asbab al-nuzul, ilmu
nasikh dan mansukh, ilmu gharib
Al-qur’an dan lainya. (kemudian, Ulumul Qur’an memasuki masa pembukuan pada
abad ke-2 H) para ulama memberikan prioritas perhatian mereka kepada-ilmu
tafsir karena fungsinya sebagai Umm Al-Ulum Al-Qurani’ah (Induk Ilmu-Ilmu
Al-Qur’an). Para penulis pertama dalam tafsir adalah Syu’bah Ibn Al-Hajjaj,
Sufyan Ibn ‘Uyaynah dan Wali Ibn Al-Jarrah. Kitab-Kitab, tafsir mereka
menghimpun pendapat-pendapat sahabat dan
tabi’in.
Pada
abad ke-3 menyusul tokoh tafsir Ibn Jarir Al-Thabari. Al-thabari adalah
mufassir pertama membentangkan bagi berbagai pendapat dan mentarjih sebagainya
atas lainnya. Ia juga mengemukakan I’rab dan istinbath (penggalian hukum dari
Al-qur’an). Di abad ke-3 ini juga lahir ilmu asbab Al-Nuzul, ilmmu masikh dan
mansukh , ilmu tentang ayat-ayat makiah dan madaniah. Guru Imam Al-Bukhari, Ali
Ibn Al-Madaniyah. Guru Imam Al-bukhari, Ali ibn Al-madini mengarang asbab
Al-Nuzul; Abu “Ubaid Al-Qasim Ibn Salam. Mengarang tentang nasikh dan mansukh,
qiraat dan keutamaan-keutamaan Al-Quran; Muhammad ibn Ayyub Al-dari tentang
ayat-ayat turun d mekkah dan madinah ; Muhammad ibn khalaf Ibn Al-Mirzaban (W.
390II) mengarang kitab Al-Hawi fi-‘ulum Al-quran.
Daftar Pustaka
Zuhdi masjfuk. 1990. Pengantar Ulumul Qur’an. Surabaya: PT Bina Ilmu
Masyur Kahar. 2004. Pokok-pokok Ulmul Qur’an. Jakarta: PT Melon Putra
Mukazir AS. 2004. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. Bogor: Pustaka litera Antarnusa
Al-qaththan Manna’. 2004. Pengantar Studi Ilmu
Al-Qur’an. Jakarta;
Pustaka Al-kaustar
Anwar Abu. 2009. Ulumul Qur’an. Pekanbaru: AMZAH