Wikipedia

Hasil penelusuran

Selasa, 04 Juni 2013

makalahcara berpakaian yang bersyariat islam



PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tidak sedikit kaum Muslimin, bangsa Indonesia khususnya, yang meyakini bahwa pakaian hanyalah sekedar budaya, yang seluruh perancangan dan pemakaiannya terserah selera, keinginan atau budaya mode yang datang dari sana dan dari sini. Sehingga bisa jadi pakaian manusia yang notabene Muslim atau Muslimah, dia seolah orang primitif atau orang yang katanya “modern” karena dianggapnya yang datang dari Barat atau Timur itu adalah “modern”.
Buka-bukaan” pun tidak jadi masalah, bahkan menjadi trendy dan gaya hidup, padahal di dalam ajaran Islam, pakaian bukan saja merupakan budaya, tetapi justru merupakan ungkapan ibadah dan pengabdian terhadap Pencipta alam semesta yang telah memberinya berbagai anugrah, termasuk didalamnya finansial berupa pakaian.
            Allah SWT berfirman dalam Q.S Al-araaf 26-27 :  “Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat (26), Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya 'auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman (27).




2. Perumusan Masalah
1.      Pengertian Pakaian.
2.      Larangan dan Anjuran Berpakaian
3.      Manfaat berpakaian.
4.      Contoh gambaran cara berpakaian bagi laki-laki dan perempuan yang baik.
3. Tujuan
semoga setelah membaca makalah ini umat muslim bisa berpakaian selayaknya yang diperintakan oleh Allah SWT dan kekasihnya Nabi Muhammad SAW.












PEMBAHASAN
1. Pengertian Pakaian
            Pakaian (sandang) adalah salah satu kebutuhan pokok manusia di samping makanan (pangan) dan tempat tinggal (papan). Selain berfungsi menutup tubuh, pakaian juga dapat merupakan pernyataan lambang status seseorang dalam masyarakat. Sebab berpakaian ternyata merupakan perwujudan dari sifat dasar manusia yang mempunyai rasa malu sehingga berusaha selalu menutupi tubuhnya.
Busana menurut bahasa adalah segala sesuatu yang menempel pada tubuh dari ujung rambut sampai ujung kaki. Menurut istilah, busana adalah pakaian yang kita kenakan setiap hari dari ujung rambut sampai ujung kaki berserta segala pelengkapannya, seperti tas, sepatu, dan segala macam perhiasan/aksesoris yang melekat padanya. Dalam ajaran Islam, pakaian bukan semata-mata masalah budaya dan mode. Islam menetapkan batasan-batasan tertentu untuk laki-laki maupun perempuan. Khusus untuk muslimah, memiliki pakaian khusus yang menunjukkan jati dirinya sebagai seorang muslimah. Bila pakaian adat umumnya bersifat lokal, maka pakaian muslimah bersifat universal. Dalam arti dapat dipakai oleh muslimah di manapun ia berada.
Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa pakaian bani Adam itu ada tiga macam, yaitu:
1.      pakaian yuwaari sau-atikum, artinya pakaian sekedar penutup bagian- bagian yang malu dilihat atau terlihat orang.
2.      pakaian riisyan, artinya pakaian yang merupakan hiasan yang layak bagimanusia , jadi lebih daripada hanya menyembunyikan aurat saja.
3.      (dan yang terpenting) pakaian yang disebut libasut taqwa yang berarti pakaian yang merupakan ketakwaan, yang menyelamatkan diri, menyegarkan jiwa, membangkitkan budi pekerti dan akhlak yang mulia. Pakaian inilah yang menjamin keselamatan diri, dunia.[1]
2. Larangan dan Anjuran Berpakaian
          Islam adalah agama yang syamil, menjadi pemandu hidup manusia sempurna. Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia menuju tata kehidupan yang baik, damai, menyelamatkan manusia di dunia dan akhirat. Berpakaian yang baik adalah salah satu menyelamatkan manusia di dunia dan akhirat dari sebuah firman Allah SWT
Q.S Al-A’Raaf 26
;
يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُون (٢٦)
Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat (26)
Dari firman Allah tadi menyatakan bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberi nikmat kepada manusia dengan memudahkan pakaian penting untuk mereka, serta pakaian yang dimaksudkan sebagai keindahan. Demikian pula memudahkan untuk mereka segala sesuatu seperti makanan, minuman, kendaraan, dsb. Allah memudahkan untuk mereka perkara dharuri (primer) dan perlengkapnya (sekunder), serta menerangkan bahwa hal itu bukanlah sebagai tujuan, akan tetapi Alah menurunkannya untuk membantu mereka menjalankan ibadah dan menaati-Nya, oleh karena itu Dia berfirman, “Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik.” Maksudnya ialah selalu bertakwa kepada Allah dan beramal saleh itulah yang lebih baik dari pada pakaian hissiy (yang dirasakan di luar), karena pakaian takwa akan seantiasa bersama hamba, tidak akan usang dan binasa, serta akan menemaninya ke liang kubur, ia merupakan penghias hati dan ruh. Adapun pakaian luar, maka tujuannya adalah menutup aurat yang nampak dalam waktu tertentu atau penghias manusia, dan tidak ada manfaat lain di luar itu. Di samping itu, jika tidak ada pakaian luar, maka akan nampak aurat luarnya yang jika darurat tidaklah membahayakannya, berbeda jika idak ada pakaian batin, yaitu takwa, maka aurat batinnya terbuka dan ia akan memperoleh kehinaan dan kerugian.
Pakaian adalah kebutuhan hidup sekaligus cermin perilaku kita. Pakaian yang baik adalah pakaian yang diridhoi oleh Allah SWT. Berikut adalah pesan Rasulullah SAW dalam memilih pakaian yang baik:
  1. Pakaian yang dikenakan bersih, longgar (tidak ketat), tidak tembus pandang, dan menutupi aurat;
  2. Tinggalkan pakaian yang mewah walaupun kita mampu membelinya. Utamakan sikap tawadhu (rendah hati);
Mu’adz bin Anas Radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda : “Siapa yang menanggalkan pakaian yang mewah karena tawadlu’ kepada Allah padahal ia dapat membelinya, Allah akan memanggilnya pada hari kiamat di muka sekalian manusia untuk disuruh memilih sendiri pakaian iman yang manayang ia kehendaki untuk dipakainya.” (HR. Tirmidzi)
  1. Rasulullah SAW suka memakai gamis dan kain hibarah (pakaian bercorak yang terbuat dari bahan katun);
Hadis riwayat Anas bin Malik ra.: Dari Qatadah ia berkata: Kami bertanya kepada Anas bin Malik: Pakaian apakah yang paling disukai dan dikagumi Rasulullah saw.? Anas bin Malik ra. menjawab: Kain hibarah (pakaian bercorak terbuat dari kain katun). (Shahih Muslim No.3877)
  1. Untuk  laki-laki, Rasulullah SAW melarang menggunakan pakaian berbahan sutera dan emas;
Lelaki muslim tidak mengenakan pakaian yang diharamkan, seperti sutera dan emas. Rasulullah bersabda: Sesungguhnya dua benda ini (emas dan sutera) haram atas lelaki ummatku. (H.R.Abu Daud)
لَا تَلْبَسُوْا الحَرِيْرَ، فَإِنَّهُ مَنْ لَبِسَهُ فِيْ الدُّنْيَا لَمْ يَلْبَسْهُ فِيْ الآخِرَةِ
"Janganlah memakai sutra, karena siapa saja yang memakainya didunia, maka diakhirat dia tidak akan memakai-nya lagi". (HR. Bukhori: 5834 dan Muslim: 2069)
  1. Jangan menggunakan pakaian yang terlalu panjang, apalagi hingga harus diseret (terkena lantai). Untuk laki-laki, Rasulullah SAW melarang pakaian yang menutupi mata kaki untuk laki-laki karena kesombongan;
 Hadis riwayat Ibnu Umar ra. : Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Allah tidak akan memandang orang yang menyeretkan pakaiannya dengan sombong. (Shahih Muslim No.3887)
Hadis riwayat Abu Hurairah ra.: Ia melihat seorang lelaki menyeret kainnya, ia menghentakkan kakinya ke bumi, lelaki itu adalah pangeran (penguasa) Bahrain. Ia berkata: Pangeran datang, pangeran datang! Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya Allah tidak akan memandang orang yang menyeretkan kainnya dengan kecongkakan. (Shahih Muslim No.3893)
  1. Untuk perempuan muslimah, panjangnya hingga menutupi telapak kaki, dan kerudungnya menutupi kepala, leher, dan dada;
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الإرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُون (٣١)
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
Rasulullah SAW bersabda kepada Asma` binti Abu Bakar :
يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتْ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا هَذَا وَهَذَا وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ
‘Wahai Asma` sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haidl) maka tidak boleh baginya menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini, seraya menunjukkan wajah dan telapak tangannya.’ (HR. Abu Dawud)
Di dalam kitab al-Muhadzdzab juz 1/64, Imam al-Syiraaziy berkata;“Hadits yang diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khuduriy, bahwasanya Nabi saw bersabda, “Aurat laki-laki adalah antara pusat dan lutut. Sedangkan aurat wanita adalah seluruh badannya, kecuali muka dan kedua telapak tangan.”
  1. Untuk lelaki tidak berpakaian seperti perempuan, demikian juga sebaliknya;
     Lelaki tidak berpakaian dengan pakaian perempuan dan sebaliknya. Rasulullah bersabda: Allah melaknati lelaki yang memakai pakaian perempuan, dan perempuan yang memakai pakaian laki-laki. (H.R. Bukhari)

  2. Tidak memakai pakaian yang bertambal atau yang lusuh, karena menurut Rasulullah, Allah senang melihat jejak nikmat Nya pada hamba-Nya;

  1. Mengutamakan pakaian yang berwarna putih, karena Rasulullah juga menyukai warna itu.
"إِلْبَسُوْا البَيَاضَ فَإِنَّهَا أَطْهَرُ وَ أَطْيَبُ، وَكَفِّنُوْا فِيْهَا مَوْتَاكُمْ"
"Pakailah pakaian putih, karena dia lebih suci dan lebih bagus. Dan Kafanilah mayit kalian dengan kain putih tersebut". (HR. Ahmad: 20239
dan Tirmidzi: 2819, ia berkata: ini hadits hasan shohih)[2]

Dalam tata cara berpakaian secara umum, ada beberapa hal yang dicontohkan Rasulullah SAW:
  1. Berdo’alah ketika akan berpakaian. Salah satu contohnya adalah: “Alhamdulillahil ladzii kasaanii hadzat tauba warozaqqoniihi min ghoiri haulin minna walaa quwwah“, yang artinya: “Segala puji bagi Allah yang telah memberikan pakaian ini kepadaku sebagai rizki daripada-Nya tanta daya dan kekuatan dari-ku”;
  2. Berdo’alah ketika akan mengenakan pakaian baru. Doa yang dianjurkan adalah: “Allahumma laka al hamdu anta kasautani hi. As’aluka khairahu wa khaira ma suni’a lahu, wa a’u dzu bika min syarrihi wa syarri ma suni’a lahu“, yang artinya: “Ya Allah bagi Mu segala puji, Engkau telah me¬makaikan pakaian ini kepadaku. Aku mohon kepada Mu kebaikannya dan kebaikan akibatnya. Aku berlindung pula kepada Mu dari kejahatannya dan kejahatan akibatnya”;
  3. Disunahkan memakai pakaian dari sebelah kanan terlebih dahulu;
  4. Berpakaianlah dengan rapi dan indah disesuaikan dengan tempat, tanpa berlebihan dan tidak dipaksakan;
  5. Disunahkan melepaskan pakaian dari sebelah kiri terlebih dahulu








3. Manfaat Berpakaian.
Bagi anda yang masih suka membuka-buka aurat di depan umum mungkin anda belum tahu betapa banyak manfaat yang bisa anda dapatkan dengan menutup aurat anda. Menutup aurat yang dilakukan dengan baik dan benar dapat melindungi anda dari berbagai keburukan mulai dari aspek sosial sampai ke aspek kesehatan. Tidak ada salahnya untuk mencoba menutup aurat anda jika keluar rumah untuk merasakan sensasinya.
Menutup aurat yang baik adalah dengan menggunakan pakaian yang tidak memperlihatkan kulit bagian aurat, tidak memperlihatkan betuk tubuh yang menarik bagi lawan jenis, tidak tembus pandang, desainnya tidak menarik perhatian orang lain dan yang tidak kalah penting adalah nyaman digunakan. Untuk laki-laki tutuplah bagian pusar sampai ke lutut. Sedangkan untuk perempuan hanya boleh memperlihatkan wajah dan telapak tangan.
Berikut ini adalah beberapa kegunaan, kelebihan, fungsi, kebaikan, manfaat yang bisa didapatkan dari menutup aurat anda :
1. Menghindarkan diri dari dosa akibat mengumbar aurat
Salah satu yang menyebabkan banyak wanita masuk neraka adalah karena mereka tidak menutup aurat mereka di mata orang-orang yang bukan mahramnya. Dari begitu besarnya mudharat yang bisa didapat dari membuka aurat, maka Allah SWT melarang kita membuka aurat.
2. Menghindari fitnah, tuduhan atau pandangan negative
Orang-orang yang gemar membuka auratnya secara terang-terangan bisa saja dituduh sebagai wanita nakal, pelacur, cewek penggoda, wanita murahan, tukang rebut suami orang, perempuan eksperimen, dan lain-lain. Untuk itu hindari memakai pakaian minim yang memperlihatkan bagian tubuh yang dapat merangsang lawan jenis untuk meredam berbagai fitnah.

3. Mencegah timbulnya hawa nafsu lawan jenis maupun sesama jenis
Secara umum laki-laki normal akan terangsang melihat wanita yang memakai pakaian ketat, modis, celana pendek atau rok mini ketat, rambut disalon, wajah dimakeup seksi, dan lain sebagainya. Banyak lelaki yang ingin menzinahi perempuan yang seperti itu baik secara paksa maupun tanpa paksaan.
4. Menunjukkan diri sebagai bukan perempuan / laki-laki murahan
Menutup aurat adalah suatu identitas orang-orang yang baik. Ditambah lagi dengan perilaku yang baik dan sopan maka tidak mungkin ada orang yang mengatakan kita sebagai perempuan murahan atau pria murahan.
5. Melindungi tubuh dan kulit dari lingkungan
Dengan pakaian yang menutupi tubuh secara sempurna maka kita tidak akan merasakan kepanasan saat mentari bersinar terik, tidak merasakan kedinginan saat suhu sedang dingin. Begitu pun dengan debu dan kotoran akan terhalang mengenai kulit kita langsung sehingga kebersihan tubuh dapat tetap terjaga dengan baik.
6. Mencegah rasa cemburu pasangan hidup kita
Jika suami atau istri suka tampil seksi maka pasangannya bisa saja merasa cemburu jika ada orang yang menggoda atau bahkan hanya sekedar melihat dengan pandangan penuh nafsu syahwat. Jangan biarkan rasa cemburu muncul dalam kehidupan rumahtangga kita, karena hal itu merupakan awal dari kehancuran sebuah keluarga yang bahagia.
7. Mencegah terkena penyakit dan gangguan kesehatan
Penyakit-penyakit yang dapat muncul jika kita tampil terbuka auratnya di ruang terbuka adalah bisa seperti kanker kulit, kulit terbakar, kulit menjadi hitam, noda flek di kulit, dan lain sebagainya. Cegah penyakit dan gangguan kesehatan tersebut dengan memakai pakaian yang tertutup yang dapat melindungi tubuh dari faktor-faktor penyebab penyakit atau gangguan kesehatan tersebut.
8. Memberikan sesuatu yang spesial bagi suami atau isteri kita
Buka-bukaanlah pada saat di depan suami atau istri kita saja. Orang yang demikian biasanya akan sangat dihargai dan disayangi oleh pasangan hidupnya. Terlebih lagi bisa menjaga kesucian dirinya hingga adanya pernikahan. Di depan orang lain yang bukan mahwam, aurat selalu terjaga dengan baik.
9. Melindungi diri kita dari berbagai tindak kejahatan
Biasanya wanita yang auratnya terbuka adalah yang paling sering menjadi korban perkosaan maupun tindak kriminal lainnya seperti perampokan, penjambretan, hipnotis, dan lain sebagainya. Bandingkan dengan wanita bercadar yang tampil tidak menarik di mata penjahat karena penampilannya yang misterius membuat pelaku kejahatan enggan menjahatinya.
10. Menutupi aib rahasia yang ada pada diri kita
Jika ada cacat pada tubuh maupun kulit kita bisa kita tutupi dengan menggunakan pakaian yang tertutup sehingga tidak ada seorang pun yang tahu kecacatan yang terjadi pada diri kita. Jika diumbar di depan orang banyak ya sudah pasti orang-orang akan tahu cacat yang kita punya.




[1] http://www.scribd.com/doc/24005257/Pengertian-pakaian
[2] http://permatasarinur.blogspot.com/2012/11/pakaian-bagi-umat-islam-menurut-syariat.html

PEMELIHARAAN AL-QUR'AN PADA MASA ROSULLULLAH SAW, SAHABAT, DAN TABI'IN




A. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
          Firman Allah SWT dan warisan Rosulullah SAW yang tak akan pernah terhapus oleh masa adalah Al-qur’an dan Al-hadits, dengan mengetahui sejarah perkembangan Al-qur’an menjadi sesuatu yang luar biasa dalam ajaran umat islam, sehingga kita umat islam bisa mengetahui bagaimana perjuangan para syuhada’ yang telah merawat dan menjaga Al-qur’an pada masa Nabi, Sahabat, dan tabi’in.
          Al-qur’an adalah firman Allah SWT yang dituruankan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril yang diturunkan secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari di kota Mekkah dan Madinah. Pada waktu turunnya Al-qur’an Bangsa Arab sedikit diantara mereka bisa menulis dan membaca, pada masa itu juga mereka belum mengenal “Alqirthas” yang berarti “kertas” yang dimana pada masa ini kita pakai untuk menampung tulisan yang kita tulis, melainkan mereka menggunakan batu, kelopak kurma dan kulit binatang untuk menulis Al-qur’an.
          Walaupun Bangsa Arab pada waktu itu masih buta huruf, tapi mereka mempunyai ingatan yang sangat kuat. Pengangan mereka dalam memelihara dan meriwayatkan syair-syair dari pada pujangga, peristawa-peristiwa yang terjadi dan lain sebagainya adalah dengan hafalan semata.

B. Perumusan Masalah
a)     Pemeliharaan Al-qur’an pada masa nabi Muhammad SAW
b)    Pemeliharaan Al-qur’an pada masa sahabat
c)     Pemeliharaan Al-qur’an pada masa tabi’in
C.Tujuan
Tujuan kami membuat makalah ini semoga dengan makalah ini kita bisa lebih mengenal perjuangan Rusullah  SAW, sahabat, Dan tabi’in demi menjaga Al-qur’an yang Allah SWT telah turunkan.












B.PEMBAHASAN
1.Pemeliharaan Al-qur’an pada masa nabi Muhammad SAW
Pada masa Rosulullah masih hidup Al-qur’an di pelihara sedemikian rupa, di masa rosul masih hidupnya dalam menyampaikan wahyu kepada para sahabat dan memerintahkan agar sahabat menghafalnya dengan baik, sehinnga cara yang paling terkenal untuk memelihara Al-qur’an adalah dengan menghafal dan menulisnya.
Selain cara menghafal ini, Rosul memerintahkan agar para sahabat yang pandai menulis segera menuliskan ayat-ayat Al-qur’an yang telah di hafal oleh mereka. Di antara sahabat yang menuliskan ayat-ayat Al-qur’an adalah :
a. 4 sahabat rosulullah terkemuka, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali
b. Muawiyah bin Abu Sufyan
c. Zaid bin Tsabit
d. Ubay bin Ka’ab
e. Khalid bin Walid
          Penulisan tersebut diurut sesuai dengan perintah nabi, setelah itu baru di simpan. Selain menulis ada juga para sahabat yang terkemuka menghafal Al-qur’an menurut hadist oleh Bukhari adalah :
          a. Abdullah ibnu Mas’ud
b.Salim bin Mu’aqli, dia adalah Maula Abu Huzaifah
c. Mu’az bin Jabal
d. Ubay bin Ka’ab
e. Zaid bin Tsabit
f. Abu Zaid bin Sukun
g. Abu Darda’
          Menurut sumber hadis Bukhri[1]. Bahwa tujuan orang tersebutlah yang bertanggung jawab mengumpukan Al-qur’an menurut apa yang mereka hafal itu, dan yang di hafalnya itu di kembalikan kepada Rosullah, melalui sanad-sanad mereka ini lah Al-qur’an sampai kita seperti yang ada sekarang.
Terdapat 3 unsur yang dapat memelihara Al-qur’an yang telah di turunkan, yaitu :
1. Hafalan mereka yang hafal Al-qur’an.
2. Naskah-naskah yang di tulis oleh nabi
3. Naskah-naskah yang di tulis oleh mereka yang pandai                              menulis dan membaca untuk mereka masing-masing.
          Ketika nabi wafat, Al-qur’an tersebut telah sempurna di turunkan dan telah di hafalkan oleh ribuan manusia, dan telah di tuliskan semua ayat-ayatnya. Semua ayatnya telah disusun dengan tertib menurut urutan yang ditujukan sendiri oleh Nabi.
          Mereka telah mendengar Al-qur’an itu dari mulut Nabi sendiri berkali-kali dalam shalat, dan Khutbah. Pendek kata Al-qur’an tersebut telah terjaga dengan baik.
          Suatu hal yang menarik perhatiaan, ialah Nabi baru wafat dikalah Al-qur’an itu telah cukup diturunkan, dan Al-qur’an itu sempurna di turunkan di waktu Nabi telah mendekati masanya untuk kembali ke hadirat Allah S.W.T. Hal ini bukan suatu kebetulan saja, tapi telah di atur oleh yang Maha Esa.
2.Pemeliharan Al-qur’an pada zaman sahabat
a.Pemeliharaan Al-qur’an pada zaman Abu Bakar
          Setelah Rosullah SAW wafat, pemerintahan islam di pegang oleh Abu Bakar. Ketika Abu Bakar menjabat menggantikan Rosullah SAW, dia menghadapi beberapa pristiwa-pristiwa besar berkenaan dengan kemurtadan sebagai orang arab. Karena itu beliau menyiapkan pasukan dan mengirimkan untuk memerangai orang-orang murtad itu.
Salah satu peperangan yang terjadi adalah peperangan Yahmamah yang terjadi pada tahun 12 H yang melibatkan para penghafal Al-qur’an, dalam peperangan ini terdapat 70 qurra’ atau hafis Al-qur’an yang gugur. Umar bin Khatab merasa resah dengan banyaknya para sahabat penghafal Al-qur’an wafat terbunuh dalam peperangan, lalu Ubar menghadap ke Abu Bakar dan menyampaikan berita tentang banyaknya qurra’ yang wafat,[2] setelah itu Umar mengumpulkan agar Al-qur’an di mushaf kan agar Al-qur’an tidak di musnakan, karna itu Umar khwatir banyaknya nanti para penghafal Al-qur’an terbunuh kembali dalam peperangan selanjutnya.
          Pada awalnya Abu Bakar menolak pendapat Umar tersebut, lantaran hal tersebut tidak pernah di lakukan Rosullah SAW. Tetapi Umar menjawab dan bersumpah “ Demi Allah, perbuatan itu baik” Umar pun terus memujuk Abu Bakar dan terus memberikan alas an-alasan yang baik, terhadap apa yang sedang terjadi pada umat islam ada waktu itu, dengan izin Allah SWT hati Abu Bakar pun terbuka atas usul yang telah Umar  sampaikan kepadanya. Setelah itu Abu Bakar menujuk salah satu sahabat yang membutuhkan Al-qur’an ( mushaf ) yaitu Zaid bin Tsabit. Zaid pun pada awalnya menolak, atas izin Allah SWT hati Zaid pun terbuka dengan penjelasan dari Abu Bakar, Zaid berkata “Demi Allah ! ini adalah pekerjaan yang berat bagiku. Seandainya aku di perintahkan untuk memindahkan sebuah bukit maka hal itu tidak lah berat bagiku dari pada mengumpulkan Al-qur’an yang engkau perintahkan itu”. Zaid dalam usaha menngumpulkan ayat-ayat Al-qur’an itu Zaid bin Tsabit bekerja amat telliti. Sekalipun beliau hafal Al-qur’an seluruhnya, tetapi untuk kepentingan mengumpulkan Al-qur’an yang sangat penting bagi umat islam itu, masih memandang perlu mencocokan hafal atau catatan sahabat-sahabat yang lain dengan disaksikan oleh dua orang saksi.
          Dengan demikian Al-qur’an seluruhnya telah ditulis oleh Zaid bin Tsabit dalam lembaran-lembaran yang diikatkan dengan benar. Tersusun menurut ayat-ayatnya sebagai mana telah ditetapkan oleh Rosullah, kemudian diserahkan kepada Abu Bakar. Mushaf ini tetap di Abu Bakar sampai beliau wafat, kemudian di pindahkan ke rumah Umar bin Khatab dan tetap di sana slama pemerintahanya. Setelah beliau wafat, mushaf itu di pindahkan ke rumah Hafsah, putri Umar , istri Rosullah sampai masa pengumpulan dan penyusunan Al-qur’an di masa Khalifa Utsman.
b.Pemeliharaan Al-qur’an pada zaman Umar bin Khatab
          Setelah khalifa Abu Bakar wafat, maka di gantikanah oleh kholifatul mukminin yaitu Umar bin Khatab. Demikian juga halnya mushaf, yang dahulunya di simpan oleh Abu Bakar maka setelah Umar menjadi khalifah mushaf tersebut berpindah tangan ke Umar bin Khatab
          Pada masa khalifah Umar ini tidak membicarakan Al-qur’an melainkan lebih memfokuskan pada pengembangan ajaran islm dan wilayah kekuasaan Islam, serta mengendepankan ajaran Islam. Al-qur’an juga tidak di pahami secara tekstual saja, tapi lebih jauh lagi di pahami secara kontekstual.
c.Pemeliharaan   Al-qur’an pada zaman Utsman bin Affan
          Di masa Ustman bin Affan, pemerintahan mereka telah sampai ke Armenia dan Azarbaiyan di sebelah Timur dan Tripoli di sebelah Barat. Dengan demikian kelihatan lah bahwa kaum muslimin di waktu itu telah terpencar-pencar di Mesin, Syariah, Irak, Persia dan Afrika. Kemanapum mereka pergi dan mereka tinggal, Al-qur’an itu tetap menjadi imam mereka, di antara mereka banyak menghafal Al-qur’an itu. Pada mereka terdapat naskah-naskah Al-qur’an, tetapi naskah-naskah yang mereka punya itu tidak sama susunan surat-suratnya. Asal mulanya perbedaan tersebut  adalah karena Rosullah sendiripun memberikan kelonggaran kepada kabila-kabilah arab yang berada di masanya untuk membaca dan melafalkan Al-qur’an itu menurut dialok mereka masinng-masing. Kelonggaran ini di berikan oleh Nabi supaya mereka ,menghafal Al-qur’an. Tetapi kemudian terlihat tanda-tanda 
Bahwa perbedaan bacaan tersebut bila di biarkan akan mendatanngkan perselisihan dan perpecahan yang tidak di inginkan dalam kalangan kaum Muslimin.
          Orang pertama yang memperhatikan hal ini adalah seorang sahabat yang bernama Huzaifah     bin Yaman. Ketika beliau ikut dalam pertempuran menaklukan Armenia di Azerbaiyan, dalam perjalanan dia pernah mendengar pertikaian kaum Muslimin tentang bacaan beberapa ayat Al-qur’an, dan pernah mendengar perkataan seorang muslim kepada temannya : “bacaan saya lebih baik dari pada bacaanmu”.
          Keadaan ini mengagetkanya, pada waktu dia telah kembali ke Madinah, segera ditemuinya Ustman bin Affan dan kepada beliau ceritakanya apa yang di lihatnya mengenai pertingkaian kaum muslimin tentang bacaan Al-qur’an itu seraya berkata : “Susunlah umat Islam itu sebelum mereka berselisih tentang Al-kitab, sebagai perselisihan Yahudi dan Nasara ( Nasrani )”.
          Maka khalifa Utsman bin Affan meminta Hafsah binti Umar lembaran-lembaran Al-qur’an yang di tulis di masa khalifah Abu Bakar yang di simpan olehnya untuk di salin. Oleh Utsman di bentuklah satu panitia yang terdiri dari Zaid bin Tsabit sebagai ketua, Abdullah bin Zubair, sa’id bin ‘Ash dan Abdur Rahman bin Haris bin Hisyam.
Tugas panitia ini adalah membukukan Al-qur’an dengan menyalin dari lembaran-lembaran tersebut menjadi buku. Dalam pelaksanaan tugas ini, Ustman menasehatkan agar:
a.     Mengambil pedoman kepada bacaan merekayang hafal Al-qur’an.
b.     Bila ada pertikaian antara mereka tentang bahasa (bacaan),
maka haruslah dituliskan sebagai dialog meraka.
Maka tugas tersebut dikerjakan oleh para panitia, dan setelah tugas selesai, maka lembaran-lembaran Al-qur’an yang dipinjam dari hafsah itu dikembalikan padanya.
Al-qur’an yang telah dibukukan itu dinamai dengan “Al-Mushaf”, dan oleh panitia ditulis lima buah Al-mushaf, empat buah diantaranya dikirim ke Mekkah, Damaskus, Basrah dan Kufah, agar di tempat-tempat tersebut disalin pula dimasing-masing Mushaf itu, dan satu buah ditinggalkan di Madinah, untuk Utsman sendiri, dan itulah yang dinamai dengan “Mushaf Al-Imam”.
Setelah itu Utsman memerintahkan mengumpulkan semua lembaran-lembaran yang bertuliskan Al-qur’an yang ditulis sebelum itu dan membakarnya. Maka dari Mushaf yang ditulis di zaman Utsman itulah kaum Muslimin di seluruh pelosok menyalin Al-qur’an itu. Denagn demikian, maka pembukuan Al-qur’an dimasa Utsman memiliki faedah diantaranya.
1.     Menyatakan kaum Muslimin pada satu macam Mushaf  yang seragam ejaan tulisannya.
2.     Menyatukan bacaan, walaupun masih ada kelainan bacaan, tapi bacaan itu tidak berlawanan dengan Mushaf-Mushaf Utsman. Sedangkan bacaan yang tidak sesuai dengan ejaan Mushaf-Mushaf Utsman tidak dibolehkan lagi.
3.     Menyatukan tertib susunan surat-surat, menurut tertib urut seperti pada Mushaf-Mushaf sekarang.
          Di samping itu Nabi menganjurkan agar para sahabat-sahabat yang menghafalnya baik satu surat, atupun seluruhnya.
3. pemiliharaan Al-qur’an pada masa Tabi’in.
          Setelah berakhirnya zaman Khalifah yang empat, timbul zaman Bani Umayyah. Kegiatan para sahabat dan tabi’in terkenal dengan usaha-usaha mereka yang tertumpu dan penyebaran ilmu-ilmu Al-qur’an melalui jalan periwayatan dan pengajaran, secara lisan bukan melalui tulisan atau catatan. Kegiatan-kegiatan ini dipandang sebagai persiapan bagi masa pembukaannya. Orang-orang yang paling berjasa dalam periwayatan ini adalah khalifah yang empat, Ibnu Abbas, Ibnu Masud, Zaid Ibnu Tsabit, Abu Musa Al-Asy’an, Abdullah Ibnu Al-Zubair. Sedangkan dari kalangan sahabat Mujahid, ‘Atha, Ikrimah, Qatadah, Al-Hasan Al Bashri, Said Ibn Jubair, Zaid Ibn Aslam di Madinah.
          Dari Aslam, Ilmu ini diterima oleh putranya Abd Al-Rahman, Malik Ibn Anas dari generasi Tabi’in Al-tabi’in. mereka ini semuanya dianggap sebagai peletak batu pertama bagi apa yang disebut ilmu tafsir, ilmu asbab al-nuzul, ilmu nasikh  dan mansukh, ilmu gharib Al-qur’an dan lainya. (kemudian, Ulumul Qur’an memasuki masa pembukuan pada abad ke-2 H) para ulama memberikan prioritas perhatian mereka kepada-ilmu tafsir karena fungsinya sebagai Umm Al-Ulum Al-Qurani’ah (Induk Ilmu-Ilmu Al-Qur’an). Para penulis pertama dalam tafsir adalah Syu’bah Ibn Al-Hajjaj, Sufyan Ibn ‘Uyaynah dan Wali Ibn Al-Jarrah. Kitab-Kitab, tafsir mereka menghimpun  pendapat-pendapat sahabat dan tabi’in.
          Pada abad ke-3 menyusul tokoh tafsir Ibn Jarir Al-Thabari. Al-thabari adalah mufassir pertama membentangkan bagi berbagai pendapat dan mentarjih sebagainya atas lainnya. Ia juga mengemukakan I’rab dan istinbath (penggalian hukum dari Al-qur’an). Di abad ke-3 ini juga lahir ilmu asbab Al-Nuzul, ilmmu masikh dan mansukh , ilmu tentang ayat-ayat makiah dan madaniah. Guru Imam Al-Bukhari, Ali Ibn Al-Madaniyah. Guru Imam Al-bukhari, Ali ibn Al-madini mengarang asbab Al-Nuzul; Abu “Ubaid Al-Qasim Ibn Salam. Mengarang tentang nasikh dan mansukh, qiraat dan keutamaan-keutamaan Al-Quran; Muhammad ibn Ayyub Al-dari tentang ayat-ayat turun d mekkah dan madinah ; Muhammad ibn khalaf Ibn Al-Mirzaban (W. 390II) mengarang kitab Al-Hawi fi-‘ulum Al-quran.



Daftar Pustaka
Zuhdi masjfuk. 1990. Pengantar Ulumul Qur’an. Surabaya: PT Bina Ilmu
Masyur Kahar. 2004. Pokok-pokok Ulmul Qur’an. Jakarta: PT Melon Putra
Mukazir AS. 2004. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. Bogor: Pustaka litera Antarnusa
Al-qaththan Manna’. 2004. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Jakarta;                                  Pustaka Al-kaustar
Anwar Abu. 2009. Ulumul Qur’an. Pekanbaru: AMZAH


[1] Drs. Mudzakir AS, Studi Ilmu-Ilmu Al-qur’an, (Bogor: Pustaka Litera Antarnusa, 2004) hlm 180
[2] Syaih Manna’ Al-qathhan, Pengantar Studi Ilmu Al-qur’an, (Jakarta; Pustaka Al-Kautsar, 2004) hlm 159